Selepas Maghrib, para karyawan mulai memenuhi area lapangan. Musik mulai berdentam-dentam. Sempat berhenti sejenak untuk memberi kesempatan sholat, sehabis Isya acara pun kembali dimulai. Project Manager BUMA site Lati, Amudi Sormin mengambil alih panggung. Sejenak, suasana tampak sedikit formal.
Amudi tidak berlama-lama. Ia tak banyak bicara tentang pencapaian perusahaan. Materi presentasi lebih fokus pada rencana-rencana pengembangan fasilitas karyawan, baik bangunan mes atau tempat karyawan melakukan aktivitas di klub. Amudi menekankan bahwa BUMA komit untuk memperhatikan kesejahteraan karyawan sehingga akan terus memperbaiki dan menyempurnakan sarana serta prasarana pendukung.
Jauh dari mana-mana, terisolasi oleh hutan dan lokasi penambangan, tak membuat para karyawan BUMA merana dan gigit jari. Mereka memang pekerja keras yang militan, tetapi hidup bukan hanya untuk kerja. Harus ada keseimbangan antara bekerja dan kehidupan sehari-hari. Kerja keras harus diimbangi pemenuhan minat dan bakat, sehingga hidup menjadi lebih berwarna dan karyawan pun bahagia. Pada akhirnya, bekerja pun menjadi lebih semangat dan produktif lagi.
Malam itu, mereka bersukaria. Sembari mendengarkan pemaparan Amudi, para karyawan menikmati hidangan makan malam yang lebih beragam dari biasanya. Bukan cuma makanan berat, sejumlah kudapan tersedia untuk disantap.
Segera setelah Amudi selesai bicara, panggung ingar bingar dengan alunan musik. Silih berganti para "artis lokal" BUMA mengisi panggung. Para pengisi acara yang merupakan klub-klub dalam wadah B'Closer ini ada yang membawakan lagu pop, ada pula dangdut koplo. Area di depan panggung yang semula kosong, makin malam makin panas karena dipenuhi karyawan yang berjoget. Sempat diselingi demonstrasi regu penyelamat oleh Anang dan kawan-kawan, yang termasuk dalam tim emergency di bawah asuhan dr. Dodi Alfera, acara malam itu juga diisi unjuk kebolehan para karyawan.
Misalnya saja, Pian. Karyawan subkontraktor di bawah bagian GS BUMA site Lati ini unjuk kebolehan memainkan sape, alat musik tradisional masyarakat dayak. Diiringi musik minus one, Pian tampil membawakan lagu-lagu modern secara instrumental menggunakan sape. Gayanya tidak kalah dari gitaris-gitaris andal kenamaan kelas dunia, apalagi dengan rambut panjangnya yang berkibar. Yang tak kenal barangkali akan bertanya, ini bintang tamu musisi terkenal dari mana?
Penampilan berikutnya yang mengundang perhatian adalah atraksi berani dari Mondairo, mekanik dari bagian plant BUMA site Lati. Seakan tak mau kalah dari pesulap kenamaan Deddy Corbuzier, Mondairo menampilkan sejumlah trik dengan mata tertutup. Tak pelak, arena di depan panggung pun dikerumuni para karyawan yang ingin menonton keahlian Mondairo dari dekat.
Menjelang pukul sepuluh, keriuhan malam itu pun tuntas. Para karyawan kembali ke mes masing-masing untuk beristirahat. Mereka tetap harus menjaga kondisi fisik karena keesokan harinya, mereka akan kembali bekerja sesuai jadwal. Namun, keriaan malam itu mampu menyegarkan kembali semangat mereka. Sementara itu, suasana cair yang tak lagi tersekat-sekat antara atasan-bawah atau lintas bagian, membuat semua orang larut dalam kegembiraan bersama. Mereka adalah satu, keluarga besar BUMA.
Serunya acara 3B malam itu di lokasi site yang jauh dari ramainya perkotaan ternyata tak membuat perusahaan harus repot-repot mengundang artis kenamaan, baik untuk memandu acara, menyanyi, memainkan musik, hingga menampilkan beragam atraksi memikat. Kecuali "artis serba bisa" yang diimpor dari kantor pusat, Agilia Prawaningrum, seluruh acara benar-benar diisi oleh karyawan BUMA setempat.
Sebagai pemandu acara, Agilia berduet dengan superintendent SHE BUMA site Lati FX Nana Sutono. Selain Pian dan Mondairo, para penyanyi dan pemusik adalah anggota dari BL (BUMA Lati) Music, komunitas pencinta musik di BUMA site Lati. Sedangkan keriuhan di depan panggung antara lain dimotori oleh kelompok suporter yang dikenal sebagai BL Mania.
Ditemui sehabis tampil, Pian mengaku sengaja tampil menggunakan sape untuk memperkenalkan alat musik tradisional tersebut kepada publik yang lebih luas, terutama yang menyukai musik. "Sengaja membawakan lagu-lagu modern, karena tidak semua orang tahu lagu dayak," ujar Pian. Ternyata, menurut Pian, banyak yang tertarik minta diajari dan minta dibuatkan sape.
Pian bukan hanya senang musik. Ia mengaku, musik adalah kesehariannya. Sebelum bekerja di perusahaan subkontraktor BUMA, pemuda asli Berau yang tinggal di Kampung Maluang ini hidup dari musik. Orang tuanya juga pemusik. Ia kemudian bekerja untuk mencari penghasilan dan teman. Kebetulan diterima di subkontraktor BUMA, ia sangat senang karena minatnya dapat diakomodasi di lingkungan tempat kerja.
Pian, yang memang suka memainkan alat musik tradisional, masuk ke dalam BL Music, komunitas pencinta musik di BUMA site Lati. Sepulang bekerja, ia menyempatkan diri berlatih. Selain di acara-acara yang diadakan oleh BUMA, Pian juga kerap tampil di berbagai helatan yang kerap digelar di seputar Berau, antara lain di GOR, Batiwakkal, Pasar Barambang, dan banyak lagi.
"Kehidupan kita di kantor atau perusahaan itu bukan hanya kerja. Karena kita percaya banyak orang punya potensi-potensi yang unik. Kita harus menyeimbangkan work and life balance," ujar Direktur HRGA & plant BUMA, Indra Kanoena.
Sebagai wujud komitmen dan kepedulian BUMA terhadap kualitas hidup pekerja, terutama di lapangan. BUMA mengembangkan para karyawannya menjadi individu-individu yang terampil dan bertanggung jawab melalui program komunitas B'Closer. "B'Closer itu termasuk employee activity dan family activity. Itu bagian dari support system-nya," jelas Indra.
Wadah yang dibentuk dalam B’Closer menggunakan pendekatan Mind, Body dan Soul. Contohnya adalah klub, yang merupakan wadah untuk berkumpul (body). Di dalam klub, mereka bisa menunjukkan bakat (Soul) dan berbagi ilmu (mind). Di BUMA, terdapat banyak aktivitas B’Closer. Selain klub-klub berdasarkan minat dan bakat, ada pula acara-acara komunikasi, kompetisi olahraga di dalam klub-klub olahraga, seminar, dan beragam program lain.
Musik merupakan salah satu kegiatan karyawan yang diberi wadah oleh BUMA. Selain Pian, masih banyak karyawan BUMA di Lati yang menyukai musik dan cukup ahli memainkannya. Mereka kemudian membentuk komunitas Buma Lati (BL) Music di bawah komando Krisyanto. Keesokan hari setelah gelaran 3B, pada Selasa (13/3/2018), kebetulan tim BL Music mengadakan latihan bersama. Studio tempat mereka berkumpul kecil saja, berada di seberang Mes O.
Sekitar pukul 20.00 WITA, Krisyanto sudah berkumpul dengan sejumlah teman sesama anggota komunitas BL Music. Gelap yang kian pekat di lingkungan mes karyawan site Lati mengembuskan udara dingin malam ke dalam studio. Sejumlah minuman kotak dan kaleng tersedia, "Kalau-kalau haus," ujar Krisyanto ramah.
Ada sekitar 15 karyawan yang berkumpul malam itu. Selain anggota-anggota band BL Music, malam itu juga hadir pesulap Mondairo, dan sejumlah anggota BL Mania, yaitu komunitas khusus para suporter. Mereka datang satu per satu, setelah selesai mandi dan makan malam. Ada pula yang masih mengenakan seragam BUMA, tampaknya belum sempat membersihkan diri setelah bekerja seharian. Tak tampak keletihan di wajah mereka.
Begitulah, kalau sudah menyangkut hobi atau kegemaran, rasa letih tak lagi dirasakan. Seperti dituturkan Krisyanto, musik bisa menyatukan banyak orang. "Banyak acara akan terasa kurang tanpa musik," ujarnya.
Dengan sesama teman pencinta musik, para anggota BL Music rutin berkumpul untuk berlatih, memainkan musik agar enak didengar dan diterima orang banyak. Mereka terus belajar memainkan lagu-lagu baru. "Banyak yang antusias karena kita dari BL Music bisa memenuhi keinginan mereka," papar Krisyanto.
Menurut Krisyanto, pihaknya diminta kalau bisa setiap minggu memainkan musik. "Kita main di kantin-kantin, sembari makan ada musiknya. Sayang, kita belum bisa realisasikan," ujar Krisyanto.
Krisyanto mengapresiasi komitmen perusahaan untuk memberi ruang dan kesempatan bagi para karyawan menyalurkan minat dan bakatnya, khususnya di bidang musik. "Ke depan, tampaknya support-nya semakin bagus, alatnya juga sudah ada," ujar Krisyanto.
Tak hanya di Lati, BUMA site Binungan-Suaran juga memiliki klub para pencinta musik yang dinamakan SNB. Mereka juga aktif bermain di berbagai acara dan kegiatan di lingkungan BUMA. Misalnya, pada acara melepas dan menyambut pejabat Manajer Business Support BUMA site Binungan-Suaran yang berlangsung di Mes Mahakam, Jumat (16/3/2018).
Tentu saja, suasana akrab penuh kekeluarga akan terasa hambar tanpa lantunan musik. Pada saat itulah, para anggota SNB segera mengambil posisi dan dengan terampil unjuk kebolehan bermusik untuk menghangatkan suasana.
Selepas acara, sekira pukul 22.00 WITA, sejumlah dedengkot SNB berkumpul di aula Mes Mahakam untuk berbagi cerita. Di antaranya adalah Sumarno, Kusdianto, dan Sunarso.
Menurut mereka, SNB termasuk klub yang pertama berdiri di site Binungan-Suaran. SNB sempat jatuh-bangun, vakum, dan berganti kepengurusan beberapa kali sebelum menjadi seperti sekarang. Secara individual, cikal-bakal SNB sudah ada sejak 2014. Sempat dipimpin oleh Saleh, tetapi karena pensiun lalu dilanjutkan oleh Wika. Namun, karena mengalami kevakuman, baru pada 2015 muncul lagi dengan kepengurusan baru di bawah Ferry, Kusdianto, dan Sumarno.
Dinamakan SNB karena cikal-bakalnya terbentuk dari mes Baja. SNB merupakan singkatan dari "Saudara New Baja". Pada awal berdirinya, para karyawan yang menyukai musik di mes Baja mengumpulkan dana sukarela untuk kebutuhan bermain. Alat-alat musik masih menggunakan milik pribadi, sedangkan untuk peralatan tata suara, mereka patungan.
SNB resmi menjadi klub di lingkungan B'Closer pada 7 April 2015. Namun, yang dapat dianggap sebagai gebrakan baru terjadi pada 2016, ketika Manajer Support (kala itu) Bayu Luh Triono menjadi pembina. Kebetulan waktu itu, Direktur Utama Ronald Sutardja mampir ke site Binungan-Suaran. Ronald meminta mereka unjuk kebolehan, lalu menantang mereka untuk menciptakan lagu. Lagu yang diciptakan semula adalah mars SNB. Dengan aransemen dangdut, lagu tersebut menjadi penyemangat.
Menyimak permainan personil SNB pada acara Bayu dan Billy, tampak mereka tampil kompak dan rapi. Tentu saja mereka kerap berlatih bersama. Namun, seperti diakui Sumarno, mereka tidak memiliki jawal rutin latihan karena terbentur jadwal kerja karena berasal dari bagian yang berbeda-beda, "Masing-masing orang megang alat sendiri. Jadi, saat-saat tertentu atau menjelang event, atau pas ada off atau overshift itu kita bisa kumpul melakukan latihan bersama," tutur Sumarno.
SNB biasanya berlatih di mes Baja. Alat dan sistem tata suara yang seadanya tak menyurutkan semangat awak SNB berlatih. "Yang penting kita bisa mengolah musik dan membuat suasana teman jadi gembira," tambah Kusdianto.
Dengan sistem swadaya, meski yang terdaftar menjadi anggota SNB baru 28 orang, tetapi SNB sudah memiliki berbagai instrumen musik yang lazim dimainkan. Hanya tinggal drum yang belum. "Drummernya ada, tetapi barangnya masih dijanjikan, belum datang," tambah Sumarno.
Sejauh ini, SNB aktif mengisi acara untuk acara-acara yang diselenggarakan di lingkungan perusahaan. Memang, ada juga undangan untuk tampil dari luar perusahaan. Namun karena keterbatasan personel dan keterikatan jam kerja, tidak bisa dipenuhi. Sumarno menambahkan, SNB bisa saja menerima undangan tampil, tetapi harus melalui manajemen. Yang telah dilakukan antara lain saat kunjungan ke desa-desa lingkar tambang, SNB diikutsertakan untuk meramaikan acara. "Tujuannya, menjalin silaturahmi lingkar tambang, antara lain melalui olahraga dan musik," papar Sumarno.
Ke depannya, SNB membutuhkan dukungan dari manajemen, baik berupa tempat maupun peralatan. Pasalnya, memang kini kehadiran SNB sudah dinanti-nantikan. "Kurang asyik kalau SNB tidak tampil," cetus Sunarso.
Namun, sebagai warga site Binungan-Suaran, mereka juga berharap yang diperhatikan bukan hanya SNB, tetapi semua klub yang ada di site tersebut, termasuk voli, futsal, dan lain-lain.
Mendirikan klub di lingkungan B'Closer tidak memerlukan syarat terlalu rumit. Yang jelas, harus memiliki anggota dan aktif berkegiatan. Saat ini, jumlah anggota aktif BL Music lebih dari 30 orang yang terbagi atas beberapa band. Sedangkan genre musik yang dibawakan terbagi atas pop dan dangdut.
Akan halnya komunitas suporter yang disebut BL Mania, sempat terkendala ketika didaftarkan sebagai klub di B'Closer. "Ada anggapan bahwa BL Mania itu bukan suatu talent," ujar Sungkono. BL Mania dianggap hanya kumpulan orang-orang yang "suka ribut-ribut". Padahal, sejarah BL Mania yang sudah berjalan sejak 2015. Mereka selalu meramaikan berbagai acara, utamanya olahraga dan pentas musik.
Para anggota BL Mania tidak patah semangat. "Saya kembali mengajak teman-teman. Saya katakan, kita bukan tidak diakui, tetapi kita harus tunjukkan bahwa kita memang suatu wadah atau klub yang orang-orangnya unik," papar Sungkono.
Oleh karena itu, ketika pada 2017 diselenggarakan event stand up comedy oleh komunitas stand up comedy Berau, BL Mania mengirimkan 5 orang anggotanya sebagai peserta. Ternyata, dari 28 peserta, terdapat 3 orang anggota BL Mania yang berhasil menorehkan prestasi. Meski belum berhasil meraih juara satu, tak pelak hal itu membanggakan BL Mania.
"Saya katakan ke teman-teman, kalau kita belum bisa dikenal di dalam, mengapa tidak kita mencoba keluar, khususnya di kawasan lingkar tambang," ujar Sungkono. Maka, BL Mania pun rajin mengikuti berbagai acara di sejumlah desa di lingkar tambang, sehingga semakin lama nama klub semakin dikenal. "Hal itu ternyata mendapat perhatian manajemen, sehingga akhirnya Pak Ferry (Hartono) setuju BL Mania menjadi salah satu klub di B'Closer," ungkap Sungkono lagi.
Hingga kini, BL Mania beberapa kali berhasil menorehkan prestasi, antara lain penghargaan sebagai suporter terbaik pada acara yang diselenggarakan oleh PT Berau Coal. Di lingkungan site, mereka selalu terlibat apabila ada pertandingan futsal atau kegiatan seperti 3B.
Total anggota aktif BL Mania berjumlah 87 orang, kebanyakan dari bagian produksi. Sebagian besar berasal dari karyawan di lingkungan mes, tetapi ada juga dari karyawan yang menetap di Tanjung Redeb. "Kalau ada event-event di Tanjung, teman-teman di sana biasanya sudah mempersiapkan," ujar Sungkono.
Sebagai komunitas, kegiatan BL Mania diisi dengan kumpul-kumpul, terutama jika BL Music berlatih. Namun, mereka terbatas oleh jam kerja yang acap berbeda-beda. Toh, hal itu tak menjadi kendala. "Dengan berkumpul 6-7 orang saja, sudah bisa jalan," ujar Sungkono. Mereka membuat sistem dengan mengangkat koordinator untuk tiap-tiap mes. Jika ada yang tidak bisa hadir, bisa digantikan oleh teman yang lain. Jadi, dalam setiap acara di lingkungan site Lati dipastikan akan selalu ramai berkat kiprah BL Mania.
Ada yang menarik saat acara lepas dan sambut pejabat Business Support Manager BUMA site Binungan-Suaran dari Bayu Luh Triono kepada Billy Alam. Acara yang dilangsungkan setelah sholat Isya itu dimulai dengan tampilnya pemandu acara yang kemudian memanggil kedua pejabat yang menjadi subyek acara. Namun, yang keluar ternyata bukanlah orang yang sebenarnya, melainkan dua sosok yang mengenakan topeng wajah Bayu dan Billy.
Sosok dan gaya mereka tampak mirip sekali dengan kedua pejabat tersebut. Misalnya, sosok yang menggunakan topeng Billy tampak gempal dan bongsor, sedang kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Persis seperti kebiasaan Billy yang sebenarnya. Tak ayal, penampilan dua orang misterius bertopeng tersebut mengundang gelak tawa para hadirin.
Acara berlanjut dengan santai namun tetap penuh makna. Silih berganti karyawan menyampaikan kesan dan pesannya kepada kedua pejabat yang akan menjalankan tugas baru. Intinya, mereka semua sepakat bahwa di mana pun ditugaskan, semua harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi kejayaan BUMA. Meski kadang diselingi canda dan tawa, ketika sudah menyangkut komitmen dan nilai-nilai BUMA, semua serius dan bersemangat. Berulang kali, yel-yel BUMA Bisa!, Harus Bisa!, Pasti Bisa! diteriakkan.
Kreativitas tampaknya sudah menjadi bagian dari DNA para karyawan BUMA. Meski mereka adalah pekerja tambang yang sehari-harinya bekerja di medan yang sangat keras dan berurusan dengan alat-alat berat, namun hal itu tak mengurangi kreativitas mereka dalam membuat acara-acara kebersamaan karyawan menjadi lebih seru dan menyenangkan. Contohnya saja pada ajang kompetisi tahunan BEST Award. Proses maupun kemasannya dibuat dengan sangat kreatif seperti tampak pada awarding BEST Award 2018, Kamis (26/4/208).
Selain memberikan pengembangan bagi para karyawannya, BUMA turut mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pemberdayaan murid-murid sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan program BUMA School. Dalam program ini, BUMA ikut terlibat dalam membuat kurikulum beberapa SMK yang telah bekerja sama agar para lulusan tersebut memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh industri. Terkait pengembangan diri, sejak 2015, setahun sekali BUMA menyelenggarakan Beyond Expectation Staff (BEST) Award. Program ini bertujuan mengapresiasi kontribusi para karyawan terbaik BUMA, yang dinilai melebihi berbagai harapan perusahaan.
Budi mengaku sangat bahagia bisa meraih gelar Best Mekanik. "Saya bisa memberikan yang terbaik untuk BUMA dan juga tidak mengecewakan doa serta harapan teman-teman di site, juga orangtua dan istri saya," tuturnya. Menurut Budi, ia telah berupaya untuk memberikan yang terbaik. Setelah terpilih sebagai pemenang, bukan hanya untuk event tersebut, selanjutnya waktu kembali ke site, ia akan berusaha membawa semua hal positif yang ia peroleh selama mengikuti kegiatan BEST Award untuk bisa diaplikasikan di site. "Harapannya, apa yang saya rasakan di sini juga bisa dirasakan oleh teman-teman di site," ujar Budi.
Hal tak jauh berbeda juga dirasakan Agus Rianto. Meski belum genap tiga tahun bergabung bersama BUMA, ia sudah berhasil meraih gelar Best Operator 2018. Agus sehari-harinya bekerja di site SDJ. Bagi Agus, pencapaian prestasi ini menunjukkan bahwa BUMA tak hanya menampilkan diri sebagai salah satu kontraktor terbesar penambangan batubara di Indonesia, tetapi juga perusahaan ini amat memberi perhatian atas kinerja setiap karyawannya. Oleh karena itu, karyawan seperti Agus yang terbilang baru di BUMA pun, tetap mendapat penghargaan tinggi atas prestasi kerjanya.
Menurut Agus, BUMA tidak menilai perjalanan karier karyawannya berdasarkan senioritas maupun identitas suku, agama, ras, dan sejenisnya, tetapi benar-benar berdasarkan penilaian kerja-kerja profesionalitas karyawan. “Selama karyawan BUMA mau belajar, disiplin mengikuti aturan kerja, terbuka terhadap kerja sama tim, berorientasi pada keunggulan kinerja, pasti akan mendapat penilaian yang tinggi. Tak memandang dia karyawan baru atau lama,” kata Agus.
Ajang pemberian penghargaan kepada para karyawan tersebut dikemas dalam suasana yang unik dan kreatif sesuai dengan tema awarding 2018, yaitu Love. Tema ini merujuk pada aspek keselamatan di mana meskipun target dari perusahaan terus meningkat, tetapi faktor keselamatan tetap dijaga dengan ketat. Dari tema tersebut, panggung ditata sedemikian rupa menyerupai panggung pertunjukan teater. Sementara, pengumuman disampaikan secara berpasangan seperti halnya acara penghargaan kelas dunia. Para pasangan yang tampil di pangung pun menggunakan dandanan yang heboh. Untuk tahun 2018, tema yang dipilih adalah karnaval, sehingga para pasangan menggunakan kostum karnaval yang warna-warni, mirip ksatria dan bangsawan masa lalu.
Pada saat pengumuman pemenang pun ada kejutan yang luar biasa. Tanpa disangka, orang-orang terdekat, yaitu orang tua atau anak-isteri, dihadirkan di panggung pengumuman. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan, BUMA menyadari betapa pentingnya faktor keluarga terhadap prestasi karyawan-karyawan terbaiknya. Kedatangan keluarga tak ayal membuat suasana haru pun pecah, karyawan berpelukan dengan orang-orang yang mereka cintai. Karyawan yang mengikuti ajang ini benar-benar mendapatkan pengalaman dan pembelajaran yang berharga.
Cara-cara unik dan kreatif ini menjadi mungkin diwujudkan karena memang perusahaan sangat menghargai potensi dan bakat para karyawan. Selain Pian yang tampil memainkan sape di 3B BUMA Lati pada Maret 2018 lalu, penampil lain yang tak kalah unik adalah Mondairo dengan bakatnya bermain sulap.
Mondairo sudah lama bermain sulap sebelum bergabung dengan BUMA. Saat itu, ia masih bersekolah di STM di Banjarnegara, Jawa Tengah. Kebetulan di kotanya, terdapat komunitas pesulap dan Mondairo tergabung di dalamnya.
Ketika mendaftarkan diri untuk menjadi mekanik di BUMA, ia pun tak ragu untuk menyebutkan sulap sebagai bakat yang ia miliki. Mondairo ingat, kala itu pewawancara langsung menantangnya untuk unjuk kebolehan saat itu juga. Menggunakan alat sederhana seperti bolpoin, ia pun menampilkan kebolehannya.
"Alhamdullilah rezeki, saya diterima masuk BUMA. Mungkin saya diterima karena sulap," ujar Mondairo berseloroh.
Saat ini, Mondairo bekerja sebagai mekanik di plant. Di sela-sela waktu istirahat atau ketika ada saat senggang, ia suka menghibur teman-temannya dengan kemampuan sulap yang ia miliki. "Modalnya cuma menggunakan alat-alat sederhana saja yang ada di depan kita," paparnya.
Oleh foreman-nya, Mondairo lalu didorong untuk mengikuti acar-acara yang diselenggarakan di Tanjung Redeb. "Lumayan, buat menambah penghasilan," kata Mondairo sembari tertawa.
Di BUMA, sering ada acara. Namun, Mondairo hanya menjadi penonton saja. Akhirnya, ia memberanikan mengajukan diri untuk mengisi acara. Sejak itu, ia pun mulai dikenal. Banyak orang yang senang dan terhibur dengan kemampuan yang ia miliki.
Pada 2016 yang lalu, pada ajang “BUMA Lati Got Talent”, Mondairo berhasil menorehkan prestasi dengan merebut juara pertama. Selanjutnya, ia pun menjadi langganan mengisi berbagai acara. Namun, tak selalu juga ia bisa, karena terbatas oleh jam kerja.
Bakat menarik lain adalah seperti ditampilkan karyawan bernama Dina saat acara lepas-sambut Bayu dan Billy di Binungan-Suaran. Belum lagi naik panggung, saat masih berjalan menuju panggung, hadirin sudah riuh berteriak dan tertawa-tawa. Benar saja, sepanjang Dina berdiri di panggung, setiap celetukannya selalu mengundang tawa, bahkan tak sedikit yang terpingkal-pingkal.
Postur tubuhnya yang terhitung mungil dan wajah "yang seadanya" ternyata tak membuat Dina malu dan tak percaya diri. Sebaliknya, berbagai kekurangan itu malah menjadi bahan banyolan yang mengocok perut. Ternyata, karyawan yang bernama lengkap Dina Mardiana dan sehari-hari bertugas sebagai kasir ini memang jawara stand up comedy, salah satu ajang unjuk kebolehan berbicara di depan publik, biasanya berisi humor. Tak heran jika event-event keriaan di lingkungan BUMA pun menjadi langganan kehadiran Dina. Dan, ia selalu mampu mengundang tawa.
Sebagai kasir, sehari-harinya, Dina tampak serius karena pekerjaannya menuntutnya untuk fokus. Tidak boleh salah hitung uang. Di balik sikap seriusnya, Dina menyimpan bakat terpendam dari kebiasaannya melontarkan celetukan-celetukan usil yang penuh humor. Beruntung, di BUMA terdapat program B’Closer, wadah bagi para karyawan dalam mengembangkan bakat dan talenta, termasuk juga Dina.
Karyawan BUMA Binungan ini merasa dirinya benar-benar terbantu dengan adanya program tersebut. Ia sendiri tak meyangka, ia memiliki bakat sebagai entertainer, hingga akhirnya bakatnya terkuak berkat keikutsertaannya pada program B’Closer. Karyawan yang bergabung sejak 2011 ini sering diundang untuk mengisi sejumlah acara yang digelar BUMA di berbagai tempat. Dengan gaya khasnya, perempuan yang berdomisili di Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur ini selalu membuat teman-teman dan semua yang melihatnya tertawa terpingkal-pingkal saat melakukan stand up comedy.
“Berawal dari teman-teman yang mengajak saya untuk ikut change agent. Sebagai anggota dari agen perubahan, aku diberi tantangan untuk bercerita di hadapan umum. Mulai dari sinilah mental blockaku diubah sehingga mampu menggali bakat terpendam untuk kemudian dikembangkan dan dibagikan kepada teman-teman,” ujar karyawan berusia 32 tahun tersebut.
change agent merupakan salah satu program dari Departemen activity development. Sesuai namanya, program change agent mendorong dan memfasilitasi karyawan yang memiliki ide perubahan ke arah yang lebih baik, baik untuk BUMA atau untuk para manusia BUMA. Mereka dapat mendaftar dan mengusulkan ide perubahannya.
Ide perubahan bisa berupa apa saja, baik yang berhubungan langsung dengan pekerjaan maupun yang tidak langsung. Jika disetujui, ide itu kemudian menjadi misi yang akan dijalankan. Selama pelaksanaan, akan dipantau kondisi sebelum dan sesudah ide tersebut dijalankan, apakah ada perubahan yang terjadi dan seperti apa dampaknya.
Terdapat tingkatan yang berbeda untuk para change agent, misalnya level apprentice. Pada level ini, misinya terbilang masih sederhana namun berarti, misalnya penggunaan meal card di kantin atau penggunaan tag untuk laundry. Pada level yang lebih tinggi, misinya juga tentu lebih "berat" dengan dampak perubahan yang lebih besar. Untuk mendukung misi para change agent, mereka diberikan kesempatan training soft skill antara lain leading the change berupa peningkatan kemampuan komunikasi. Hal ini dibutuhkan untuk mengkomunikasikan ide-ide perubahan kepada karyawan lain.
Selain melalui program tersebut, masih banyak faktor lain yang membuat Dina kian betah menjadi karyawan BUMA, misalnya nilai-nilai kekeluargaan yang selalu hadir di tengah-tengah mereka. “Rasa kebersamaan begitu kental di BUMA ini. Pada jam istirahat misalnya, kita makan bersama sambil ngobrol dan sharing satu sama lain. Begitu pula jika ada yang ulang tahun, kita kasih kejutan dengan memberikan kado, meski bukan berupa barang yang mahal,” tambah Dina.
Fasilitas dan tunjangan yang diberikan BUMA bagi karyawannya juga menjadi faktor yang membuat Dina dan teman-temannya betah di perusahaan tersebut. Belum lagi ditambah beragam program yang mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan. Dina dan kawan-kawannya juga mengumpulkan dana sedikit demi sedikit untuk modal makan bersama di tempat-tempat tertentu. “Kita semua kompak, tanpa membeda-bedakan golongan maupun asal kita, perantauan atau penduduk asli. Di sini kita bersatu untuk bekerja bersama dan memberikan yang terbaik bagi perusahaan.
Keseruan-keseruan yang mereka rasakan tentunya juga dibagikan kepada karyawan lain dan teman-teman di luar tempat mereka bekerja. Beragam kanal media sosial menjadi tempat untuk memublikasikan kebersamaan tersebut.
Salah satu change agent yang bernama Mufti Hidayat bekerja sebagai operator ekskavator (PC 2500) juga mengakui betapa BUMA sangat terbuka dan memfasilitasi minat dan kreativitasnya. "Kita di sini bekerja, tetapi juga bisa menyalurkan hobi. Ada acara seperti ini (3B), terus ada pula program activity development, B'Closer dan klub-klub hobi," paparnya.
Mufti sendiri mengikuti klub pencak silat. Ia berlatih setelah pulang bekerja, terkadang mingguan, kerap pula bulanan. Lantas, jika ada kegiatan seperti 3B, ia dan klubnya tampil memperlihatkan kebolehan mereka.
Selain itu, Mufti juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di B'Closer. Ada banyak perlombaan. Mufti pernah mengikuti lomba cipta lagu berikut videografi, serta lomba poster. Namanya anak muda, Mufti menggemari musik dansa elektronik (electronic dance music/ EDM) yang sedang populer. Berbekal aplikasi pada perangkat smartphone, ia menuangkan kreativitas dengan membuat lagu bercorak EDM.
"Lagunya untuk BUMA. Videografinya juga tentang B’Excite," terang Mufti. Ia membuat semacam video blog (vlog) dengan bertanya pada rekan-rekan kerja di lapangan, apakah mereka mengetahui tentang B’Excite. Peralatan yang digunakan Mufti tidaklah istimewa. "Hanya bermodal kamera kecil dan kamera hape. Ngedit videonya juga masih basic," akunya.
Dengan memenangkan perlombaan-perlombaan tersebut, Mufti mendapatkan hadiah berupa trofi dan uang. Namun, yang lebih penting, kreativitas Mufti membuat dia semakin dikenal di antara rekan-rekan kerjanya.
Dengan semua kesempatan tersebut, Mufti merasa tak lagi berat meski hidup di lingkungan terpencil dan jauh dari keluarga. Suasana nyaman di site Lati, tempat Mufti berada, membuatnya merasa betah. "Kita hidup di hutan, tetapi tidak terasa seperti di hutan," ujar Mufti. Lagi pula, fasilitas yang tersedia serba memadai dan penghasilannya pun lumayan jika dibandingkan pekerjaan lain di Jawa.
Pentingnya peran keluarga untuk mendukung performa karyawan sudah menjadi perhatian BUMA dalam beberapa tahun terakhir. Untuk itu, didirikan apa yang disebut paguyuban karyawan. "Paguyuban itu bagian dari B’Closer, termasuk di dalamnya adalah family activity ," jelas Indra Kanoena.
Menurut Ketua Paguyuban Wilayah Balikpapan, Yosica F, hadirnya paguyuban sangat membantu untuk mengakrabkan anggota keluarga. "Selama ini yang biasa berkumpul itu kan hanya para pekerjanya. Sedangkan anggota keluarganya kalau ketemu di jalan tidak kenal. Nah, dengan adanya paguyuban akhirnya kita jadi saling kenal," tutur Yosica.
Secara reguler, paguyuban pun mengadakan kegiatan berupa seminar yang membahas berbagai topik yang dibutuhkan, antara lain keuangan, kesehatan, hingga parenting. Selain itu, perusahaan juga melakukan sosialisasi terkait dengan aspek keselamatan kerja karyawan.
Seperti pada sepanjang Maret 2018 lalu, BUMA mengisi kegiatan seluruh paguyuban, mulai dari Semarang, Yogyakarta, Balikpapan, Berau, hingga Tanjung Tabalong, dengan seminar kesehatan. Tampil sebagai pembicara adalah dokter perusahaan dr. Dodi Alfera.
Di Semarang, suasana seketika hening ketika dr. Dodi hendak presentasi. Lampu-lampu dipadamkan agar sorot gambar proyektor terlihat jelas di layar. dr. Dodi memberi pengantar singkat, film yang akan ditonton oleh para istri karyawan BUMA yang hadir hari itu merupakan pengingat, suami mereka sangat membutuhkan dukungan moral selama bekerja di tambang. Film pun dimulai. Suasana kian terasa mengiris, getir. Sebagian peserta tertunduk. Ada yang mulai menyeka linangan airmata.
Usai pemutaran film, Dodi melanjutkan obrolannya. Dia menekankan kepada seluruh peserta, jangan pernah lupa atau bosan untuk mengingatkan suami-suami yang bekerja di tambang agar mengutamakan keselamatan dan kesehatan.
“Jangan sering memarahi suami. Mereka sudah stres dengan rutinitas sehari-hari di tambang. Tetapi, sapa mereka sambil diingatkan, agar dalam bekerja selalu mengutamakan keselamatan dan pola hidup sehat,” kata Dodi.
Dalam acara-acara paguyuban keluarga karyawan BUMA, Dodi tak pernah absen mengingatkan kedua hal penting itu. Pada acara kumpul-kumpul keluarga karyawan ini pula, mereka juga bisa saling berbagi cerita dan saling menguatkan.
Noorcahyati yang suaminya telah bekerja di BUMA sejak 2005 mengatakan bahwa di paguyuban ada banyak kegiatan. Selain arisan rutin, ada juga pemeriksaan kesehatan gratis untuk keluarga dan klub anak-anak. Temu kangen antar keluarga karyawan BUMA di Semarang dalam bentuk seminar memang tidak rutin digelar setiap bulan. Namun, mereka secara rutin tiap bulan mengunjungi rumah keluarga yang mendapat arisan.
“Kebetulan yang di Semarang ini kan, jauh-jauh asalnya. Tidak dari Semarang saja. Ada yang dari Blora, Jepara, Kendal, Purwodadi, dan lain-lain. Jadi, tidak setiap bulan ketemu di hotel. Tapi setiap bulan, kita berkunjung ke rumah keluarga yang ‘putus’ (mendapat) arisan,” terang Noor.
Kegiatan saat kunjungan itu, selain arisan, juga ada pelatihan keterampilan yang bernilai ekonomi. Contohnya menyulam, memasak, membuat kue. Kebetulan paguyuban di Semarang ini, anggotanya banyak yang mahir membuat kue, jadi keterampilan itu berusaha ditularkan kepada anggota-anggota yang masih muda, misalnya yang masih pengantin baru.
“Pesanan kue untuk hantaran kemarin sudah berjalan. Lumayan itu hasilnya. Terus kemarin ada yang ngajari kita membuat wadah tisu dari bahan panel. Kita berusaha membuat kue atau kerajinan yang standarnya layak jual,” kata Noor.
Saat kumpul-kumpul ini tampak para ibu menjadi seperti saudara sendiri. Ini mungkin dapat sedikit mengobati kerinduan akan suami mereka yang belum bisa pulang. Anak-anak pun juga berlarian ke sana-kemari, bermain dengan teman yang barangkali baru mereka kenal.
Suasana kekeluargaan makin kental tatkala selama seminar, anak-anak dibiarkan bermain di panggung tempat pembicara memaparkan materi. “Nggak apa-apa, mereka masih anak-anak. Biasa ini, ketika saya berbicara, anak-anak main di panggung, di sekitar saya berdiri. Sejauh ini saya tidak terganggu. Apalagi anak-anak ini jarang bertemu dengan ayahnya. Biarkan mereka bergembira bersama teman-temannya yang juga jauh dari ayahnya,” ujar Dodi.
Keluarga karyawan BUMA yang tidak ikut ke lokasi site, memang rata-rata bertemu dengan suami atau ayahnya sekitar 2 bulan sekali. Setelah suami atau ayah mereka pulang, mereka memiliki waktu untuk menikmati kebersamaan sekitar dua minggu.
“Dulu saya pernah ikut suami. Tinggal di dekat site. Dapat tunjangan dari kantor untuk menyewa rumah. Sewaktu anak saya masuk SMK, dia maunya sekolah di Jawa saja. Jadi, saya kembali ke Jawa,” kisah Noor. Noor melanjutkan, sewaktu tinggal di sekitar site, ia harus membaur dengan masyarakat setempat. Semisal, mengikuti arisan kampung dan pengajian.
Meski hidup berjauhan dengan kepala rumah tangga, umumnya keluarga BUMA tak terlalu cemas dengan kesejahteraan hidup sehari-hari. Untuk urusan kesehatan contohnya, mereka sudah mendapat asuransi yang bisa digunakan kapan pun dengan jaminan maksimal. Jika istri atau anak sakit, mereka tinggal datang ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan atau perawatan yang memadai.
Saat suami pulang pun, ongkos tiket pesawat dan transportasi pergi-pulang juga ditanggung perusahaan. Intinya, kata Noor, keluarga karyawan BUMA sudah tidak kekurangan lagi hidupnya. Sehingga ketika keluarga di rumah sejahtera, para suami pun bisa dengan tenang dan fokus saat bekerja di tambang.
“Nah, di acara kumpul-kumpul ini, ibu-ibu yang sudah lebih senior biasanya berbagi pengalaman kepada yang muda-muda bagaimana mengelola komunikasi dan rumah tangga saat suami tidak di rumah. Yang muda-muda itu, apalagi yang baru punya baby, biasanya masih emosional, ya. Misalnya anaknya sakit kemudian suaminya jauh di tambang, biasanya cepat stres, ya. Jadi, kami yang sudah tua berusaha membimbing mereka. Saya selalu menyarankan keterbukaan dalam berkomunikasi dengan suami,” imbuh Noor.
Untuk berkomunikasi sebenarnya saat ini sudah jauh lebih mudah. Sebab, sekarang sudah bisa melakukan video call. Dulu, kala teknologi seluler belum semaju saat ini, komunikasi sangat susah. Di samping itu, sekarang ongkos berkomunikasi juga sudah lebih murah, sehingga saat suami sedang longgar, istri dan anak-anaknya bisa mengontak dan mengobrol dalam tempo relatif lama.
Manfaat paguyuban juga dirasakan oleh Ibu Wawan. Dia mengatakan, jika ada seminar dari perusahaan, banyak informasi yang sebelumnya tidak disampaikan oleh suami, menjadi bisa diketahui para istri.
“Misalnya, suami itu, kan, menjalani cek medis secara rutin dari perusahaan. Nah, hasilnya itu sekarang bisa dibaca istri sehingga kami bisa ikut mengontrol kondisi kesehatan suami,” kata Noor.
Baik Noor maupun Bu Wawan memiliki pengharapan yang sama terhadap perusahaan. Ini terkait tunjangan atau bantuan untuk beribadah.
“Untuk karyawan level tertentu, kan, mendapat tunjangan untuk membeli mobil. Nah, saya rasa jika tunjangan ini sudah diambil karyawan, maka tunjangan berikutnya sebaiknya bisa dipakai untuk hal lain, misalnya buat nambahin biaya umrah bagi yang Muslim atau ziarah ke Roma bagi yang Nasrani. Jadi, sisi spiritual karyawan juga turut sejahtera, ya,” usul Bu Wawan.
“Iya, saya juga setuju demikian. Setelah tunjangan pembelian kendaraan dipakai, mudah-mudahan tunjangan selanjutnya bisa digunakan untuk keperluan ibadah,” sambung Bu Noor.
Selain berkumpul di Semarang, keluarga karyawan BUMA yang tinggal di bagian Jawa selatan juga secara rutin mengadakan pertemuan di Yogyakarta. Mereka datang dari Magelang, Temanggung, Cilacap, Purwokerto, Banjarnegara, Solo, dan Wonogiri.
Di paguyuban Yogyakarta ini, salah satu aktivisnya adalah Ibu Nawang. Ia juga pernah menjadi ketua paguyubannya. “Dulu waktu jadi ketua itu, karena pas pertama kali penunjukan. Pertama kali diadakan paguyuban itu sama sekali enggak kenal. enggak tahu kenapa dijadiin ketua, ya udah, diterima. Dan akhirnya ya itu, menyesuaikan, dari yang enggak kenal akhirnya kenal. Tambah saudara, tambah teman. Ya, menyenangkan.”
Pertemuan memang sering digelar di Yogyakarta karena di kota ini banyak keluarga karyawan BUMA. Dulu, lokasi pertemuan sempat berpindah-pindah kota tapi ternyata kota selain Yogya relatif sedikit keluarga BUMA-nya. “Jadi, kasihan saja jika kota yang keluarga BUMA-nya sedikit tapi mempersiapkan acara kumpul-kumpul ini,” kata Nawang.
Sebenarnya, lanjut Nawang, akan lebih bagus kalau acara paguyuban bisa bergantian digelar di kota lain. Dengan demikian, setiap keluarga bisa menambah pengalaman berkunjung ke kota lain. Hal ini kelak akan dilaksanakan ketika keluarga BUMA di luar Yogya telah siap.
“Namanya juga ibu-ibu,” imbuh Nawang, jadi setiap pertemuan yang dibahas tak jauh dari kehidupan rumah sehari-hari. Contohnya, perkembangan anak, sekolah anak, dan kuliner khas kota masing-masing.
“Ngomongin banyak hal. Cara mengurus keluarga, sampai rekomendasi dokter yang bagus di kota masing-masing. Di grup WhatsApp itu, kan, sering ada yang tanya dokter anak yang baik di mana, dan sebagainya,” ujar Nawang.
Saat ditanya hal apa yang masih diharapkan dari BUMA, Nawang malah tampak kesulitan menjawab. Sebab, baginya, apa yang telah diperoleh suami dan keluarganya saat ini dari perusahaan sudah sangat mencukupi.
“Selain asuransi kesehatan sampai anak ketiga, imunisasi juga ditanggung. Bagi saya, penghasilan suami setiap bulan ditambah fasilitas-fasilitas tadi sudah bagus ya. Apalagi saya ini orangnya nrimo, tidak banyak menuntut,” aku Nawang.
Bahkan kalau paguyuban mengadakan acara kumpul-kumpul keluarga ini juga mendapat dukungan perusahaan. Setidaknya disubsidi untuk transportasi dan akomodasi. “Paling kita nombok-nya 20 ribu rupiah, jadi kalau saya sudah bagus, ya. Suami di sana tenang, keluarga di rumah juga enggak merasa sendirian karena bertemu keluarga lainnya,” sambung Nawang.
Nawang mengungkapkan, suami jarang menceritakan hal-hal terkait pekerjaan selama pulang di rumah. Hal ini juga diakui oleh para anggota paguyuban yang lain. Para istri menganggap, mungkin suaminya tidak mau membuat keluarga di rumah menjadi khawatir. Selain itu, sesampai di rumah, para suami akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan anak-anaknya.
Bagi Nawang yang pernah mengalami saat anak-anaknya masih kecil dan kerap bertanya tentang ke mana ayah mereka, situasi ini sekarang bisa di-share-kan dengan anggota lain paguyuban. “Anak saya yang kecil masih ‘dilatih’ agar terbiasa dengan situasi di mana ayahnya bekerja di luar pulau. Anak saya yang kecil sering bertanya, ‘Papa pulangnya, kok, lama?’ Atau, ‘Mama belum jemput papa, kenapa?’ Sekarang dia mulai terbiasa,” kisah Nawang.
Dengan demikian, mengikuti paguyuban membuat keluarga-keluarga karyawan BUMA bisa membangun jejalin persaudaraan baru untuk saling berbagi dan menguatkan. Sehingga mereka tak akan pernah benar-benar merasa sendiri.