Bekerja di tambang kerap kali dihadapkan dengan kondisi berbahaya dan kemungkinan berbagai situasi yang timbul dari masyarakat lingkar tambang. Di sisi lain, BUMA sangat peduli pada karyawannya. BUMA memperhatikan dan menjaga kesejahteraan setiap karyawan, salah satunya dengan memberikan fasilitas kesehatan yang memadai. Namun, manusia-manusia BUMA terus melakukan KOLABORASI, untuk menghadapi setiap kondisi dan kemungkinan yang muncul tersebut. Semangat BERSINERGI ini yang terus menyala di dalam diri setiap karyawan, sehingga BUMA sampai saat ini selalu kuat dalam keadaan pahit maupun manis.

scroll kebawah

BAGIAN 1

Pahit-Manis Kerja di Tambang

Hari masih pagi. Matahari belum lagi terlihat. Kabut masih menutupi kawasan hutan Kalimantan di seputar Berau, Meski demikian, sejumlah karyawan berseragam BUMA sudah bergegas menuju bus-bus yang tersedia di sejumlah titik.

scroll kebawah

Di pool Tanjung Redeb, bus berangkat pukul 5.30. Selain di pool Teratai tersebut, bus juga tersedia di pool Gunung Tabur. Para karyawan yang hendak menumpang bus harus datang setidaknya 15 menit lebih awal agar tidak tertinggal. Bus-bus tersedia menuju 3 site yang berada di seputar Berau, yaitu Lati, Binungan, dan Suaran.

Salah satu karyawan yang berangkat dari pool Tanjung Redeb itu adalah Agustina Narde, foreman di bagian maintenance di site Lati. Kebetulan ia bersuamikan karyawan BUMA juga, tetapi bekerja di site Suaran. Setiap pagi mereka bersama-sama karyawan BUMA yang tinggal di seputar Tanjung Redeb lainnya menjalani "ritual" berangkat naik bus menuju tempat kerja ini. Perjalanan naik bus karyawan menuju site Lati memakan waktu sekitar 1,5 jam. Para karyawan masuk pukul 7.00. Jadi, mereka harus berangkat tepat waktu agar tidak terlambat.

Begitu memasuki lingkungan site, bus-bus juga kendaraan light vehicle (LV) akan memasang bendera dengan tiang setinggi 4,5 meter. Bendera ini perlu untuk keselamatan kendaraan yang lalu-lalu di lingkungan site agar dapat diketahui. Karena selain LV dan bus-bus kecil, di jalur utama lingkungan site bersliweran pula truk-truk besar, baik single maupun double, yang mengangkut batubara. Belum lagi, bus-bus dan LV juga digunakan untuk mengantar karyawan ke lokasi-lokasi tertentu di lingkungan tambang yang mengharuskan mereka berpapasan dengan "monster" HD yang amat besar. Bendera ini sangat penting untuk memberitahu pengemudi HD agar berhati-hati karena ada kendaraan lain yang lebih kecil.

Mereka yang bekerja di office diantar hingga tempat pemberhentian bus. Dari situ, mereka berjalan menuju bangunan utama office dalam keadaan sudah mengenakan alat pelindung diri, antara lain helm, rompi, dan sepatu boot. Semuanya mengikuti aturan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang tetap ditetapkan. Mereka harus mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap jika berada di lingkungan kerja. Di lingkungan workshop, ada tambahan harus mengenakan kacamata khusus. Sepatu boot baru dilepas saat memasuki ruangan office.

Demikian pula dengan para pekerja lapangan, baik operator maupun pengawas, diantar menuju tempat overshift. Mereka melaporkan kehadiran, menyatakan kesiapan kerja, melihat unit dan lokasi kerja, lalu mengambil perbekalan, dan menuju kendaraan yang akan mengantar mereka.

Di site Lati, selain naik bus, moda transportasi lain yang dapat dinaiki karyawan adalah dengan menumpang kapal. Karyawan menumpang bus yang mengantar mereka dari office atau tempat overshift menuju Port Site. Dari situ, terdapat kapal yang mengantar mereka ke Tanjung Redeb yang memakan waktu sekitar satu jam. Bagi karyawan BUMA, pemandangan Sungai Lati, seperti halnya sungai-sungai lain di Kalimantan yang lebar-lebar dan konon ada buayanya, sudah menjadi "makanan" sehari-hari. Namun, tak kurang banyak pula yang masih menikmatinya sebagai bagian dari pengalaman hidup yang tak akan terlupakan.

Suasana tak jauh berbeda juga terjadi di site Binungan. Yang unik dari site ini, yang lokasinya dikelilingi oleh 9 kampung yang letaknya tak jauh dari lokasi site, selain menaiki bus, karyawan juga dapat menyeberang naik ketinting dari sejumlah dermaga di Kampung Pegat Bukur. Di kampung yang mayoritas penduduknya adalah karyawan BUMA tersebut, ketinting menjadi sarana transportasi utama dan sehari-hari untuk menuju lokasi kerja. Ketinting-ketinting tersebut dioperasikan oleh masyarakat sekitar dan siap sedia pada jam-jam pergantian kerja untuk mengantar para karyawan BUMA.

Sama halnya dengan karyawan yang menaiki kapal dari Port Site di Lati, untuk naik ketinting di Binungan pun para karyawan harus mengenakan rompi keselamatan (life jacket) yang tersedia di kedua sisi dermaga, baik di sisi Kampung Pegat Bukur, maupun di sisi site Binungan. Tanpa rompi tersebut, penumpang tidak diperkenakan naik ketinting. Lagi-lagi, hal ini menyangkut aspek keselamatan yang selalu menjadi prioritas utama dari semua aktivitas—bahkan sekecil apa pun—di lingkungan site BUMA.

Setiap kali hendak naik atau turun ke kapal atau ketinting, para karyawan sudah berbaris rapi. Mereka naik dan turun satu demi satu, memastikan semuanya berjalan dengan aman sehingga selamat.

Akan halnya karyawan yang tinggal di mes, bus juga menjadi angkutan sehari-hari menuju tempat kerja. Seperti di site Lati, bus akan mampir di lokasi-lokasi yang telah ditentukan, antara lain di depan camp boss di Mes O. Para karyawan yang tinggal di mes-mes sekitarnya akan berkumpul di Mes O untuk naik bus. Demikian pula di site Binungan, perhentian bus berlokasi tak jauh dari dermaga ketinting, tepatnya di seberang camp boss. Para karyawan dari mes-mes di sekitarnya akan naik bus dari tempat ini menuju office atau lokasi kerja lainnya di lingkungan site.

Begitulah keseharian para karyawan BUMA. Untuk karyawan office seperti Agustina, jam kerja yang berlaku adalah masuk pukul 7.00 dan keluar pukul 18.00. Mereka mendapat waktu istirahat dari pukul 12.00 hingga pukul 13.00, yang diisi dengan makan siang, menjalankan ibadah shalat, atau sekadar beristirahat. Sementara itu, para pekerja lapangan akan beristirahat di unit masing-masing. Unit-unit alat berat akan berhenti beroperasi, sementara operatornya beristirahat makan siang.

Sore hari, pergantian shift kembali terjadi. Para karyawan yang telah bekerja seharian diganti oleh rekannya yang masuk shift malam. Jika pada pagi hari mereka bergegas untuk bekerja, pada sore hari mereka kembali berkemas untuk pulang, baik naik bus, kapal, atau ketinting.

Pada pukul 18.00, bus-bus di Lati dan Binungan telah tersedia untuk mengantarkan mereka pulang kembali ke rumahnya di Tanjung Redeb. Setelah menempuh perjalanan pulang kembali sekitar 1,5 jam serta perjalanan menuju rumah masing-masing, Agustina biasanya tiba di rumah pukul 20.00. Demikian rutinitas yang ia jalani setiap hari. Hingga saat ini, sudah 16 tahun ia bekerja di BUMA. Semangat dan disiplin untuk selalu tepat waktu serta taat aturan dan prosedur tetap ia junjung tinggi.

Turun ke Lapangan

Petang, 4 April 2018, ponsel berdering di kamar nomor 1 mes tamu BUMA di tambang Kideco. “Sudah istirahatkah? Sebentar ya, saya sedang mewawancarai calon karyawan. Nanti kita bertemu,” kata seseorang di ujung telepon. Namanya Suyanto, langgam bicaranya lantang.

Suyanto

Suyanto, Superintendent Learning Center BUMA di tambang Kideco.

Sekitar tiga jam berselang, pria itu datang ke mes tamu. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung bercerita tentang kehidupan tambang yang menurutnya keras. Peraturan atau tata tertib mesti ditegakkan dengan disiplin, tidak boleh main-main.

“Itu semua demi keselamatan kerja dan tercapainya target perusahaan,” ujarnya. Itulah sebabnya, Suyanto lalu menjelaskan secara gamblang apa-apa saja yang harus ditaati selama di area tambang, khususnya oleh para tamu.

Sebagai Superintendent Learning Center BUMA di tambang Kideco, Suyanto cukup sibuk. Ia mengantongi banyak agenda. Mulai dari yang berhubungan langsung dengan tambang hingga acara-acara untuk menghibur karyawan BUMA.

Semangat yang selalu menyala itu selalu ia jaga. Barangkali sebagian bara dari pijar semangat tadi lantas mengalir melalui mulutnya yang ceplas-ceplos. Ini juga menjadi salah satu kekhasan Suyanto. Bahkan sambil berkelakar, beberapa temannya menganggap mulut Suyanto sebagai sesuatu yang “istimewa”.

“Ya, memang harus demikian. Kalau anggota saya ada yang bekerja tak sesuai prosedur harus ditegur. Kalau bekerja bagus ya harus diapresiasi. (Cara) berkomunikasi di tambang memang harus apa adanya. Ini demi keselamatan kita semua,” ujarnya.

Suyanto juga bisa disebut sebagai karyawan serba-siap. Dalam arti, disuruh mengerjakan banyak hal, ia selalu menjawab: SIAP. Ia dikenal berani bertindak dan mengambil inisiatif untuk mendapatkan solusi atas persoalan-persoalan di lingkungan kerjanya.

Suyanto menjalani kariernya di BUMA mulai dari bawah, yakni menjadi operator produksi saat ia pertama kali bergabung di BUMA pada Januari 2000. Wajar kalau kemudian ia memahami banyak pekerjaan di seputaran tambang.

Meskipun tak memiliki pendidikan tinggi, Suyanto tak surut semangat untuk mengejar prestasi. Terbukti, saat ini ia menduduki posisi Superintendent. Suatu tingkatan yang memerlukan ujian kompentensi.

Meski ucapannya “menggigit”, Suyanto punya banyak teman. Ia bahkan tak segan-segan membantu anggotanya atau superintendent lain yang tengah mengalami persoalan di lapangan.

Ada suatu peristiwa yang sempat membuat jantung Suyanto berdegub kencang. Tengah hari, 5 April 2018, hujan mendera tambang Kideco dengan amat deras. Ditingkahi kilat dan gelegar guntur. Saat itu, Suyanto tengah berteduh di pos pengamatan. Di radio komunikasi, lamat-lamat terdengar suara operator unit dari dasar tambang. Operator itu mengabarkan bahwa ia bersama unitnya terseret arus air yang meluncur dari atas tambang. Nearmiss, situasinya mencemaskan.

“Saya harus turun ke tambang,” katanya penuh kekhawatiran. Di tengah guyuran hujan, ia segera mengendarai mobil menyusul beberapa superintendent yang memang bertanggung jawab atas pekerjaan para operator unit di dasar tambang.

Sejumlah karyawan yang melihat sikap Suyanto itu bilang bahwa hal itu biasa dilakukannya. Setiap ada kejadian yang berisiko, Suyanto selalu berusaha mendekat agar bisa ikut mengetahui situasi dan mempelajari solusinya. Apalagi jika manajer proyek ikut turun yang biasanya memberikan arahan-arahan prosedur apa yang harus dikerjakan.

Melihat rutinitas dari seorang Suyanto saja, kita bisa merasakan bahwa bekerja di tambang memang membuat fisik dan otak seseorang menjadi lebih kuat. Disiplin, ketaatan pada aturan, ketelitian dalam menyusun laporan, hingga bersinergi dengan tim adalah kudapan sehari-hari.

Meski sudah bekerja sesuai rel aturan yang ketat, berbagai persoalan harus siap untuk dihadapi. Hal tersebut rasanya tidak mungkin dihindari sebab ada begitu banyak pekerja yang terlibat dalam suatu penambangan. Persoalan-persoalan ini sebisa mungkin dapat terendus sejak dini agar solusinya segera bisa ditentukan sehingga dapat mencegah potensi risiko-risiko yang mengancam keselamatan kerja.

Tatkala pagi belum merekah sempurna, Suyanto sudah harus berangkat untuk mengikuti rapat yang digelar di area tambang. Pada meeting sepagi itu dilakukan pengecekan segala kondisi di lapangan, termasuk masalah sekecil apa pun. Temuan persoalan yang tiap hari terjadi sebenarnya bisa menjadi penanda, semua komponen di BUMA bekerja sebagaimana mestinya. Hal ini menjadi sarana koordinasi dan komunikasi antarpersonel, antartim, dan antarbagian yang terlibat dalam proses penambangan BUMA.

Project Manager BUMA di tambang Kideco, Aviadi Herupurnomo, memberi beberapa gambaran. “Di plant, misalnya. Salah satu contoh masalahnya ialah kurangnya ketersediaan unit akibat PA (physical avaibility). Kondisi ini lantas dapat digali lebih detail lagi. Kita diskusikan kembali cara mengatasinya, apakah engineering bisa menanganinya? Lokasinya kita pindahkan dulu sehingga unit itu tidak dijadikan alat utama atau “jagoan”, bisa dipindahkan ke yang lain. Lalu, kita lihat juga unit tersebut kapan ready-nya,” ujar Avi, panggilan akrabnya.

Namun, tak cukup hanya mengungkapkan persoalan di rapat atau apel pagi. Sebagai salah satu pimpinan BUMA di tambang Kideco, Avi harus turun ke lapangan. Memeriksa langsung kondisi lapangan atau site.

Tentang kegiatan turun langsung ke site ini, juga menjadi catatan penting dalam aktivitas penambangan BUMA, khususnya di Kideco. Sebab, ungkap Avi, dengan turun ke site dan bertemu serta berdiskusi langsung dengan karyawan—operator unit misalnya—akan terbangun kedekatan atau rasa kekeluarga di lingkungkan kerja.

“Para operator akan merasa didengar, ketika kami langsung membangun hubungan antarpersonal dengan mereka. Ini salah satu cara memanusiakan karyawan,” kata Avi.

Hal tersebut yang menjadi alasan ketika matahari belum ada di posisi tegak lurus dengan kepala, Avi telah berada di site. Di lingkungan tambang BUMA, kegiatan ini disebut sebagai JOSHE (Joint Observation Safety Health Environtment).


ke atas