BAGIAN 2

Menambal Celah Komunikasi

Raksasa-raksasa tambang itu bergerak perlahan. Merayap, menggilas jalanan tanah keras bercampur bebatuan. Mereka menggotong ratusan ton overburden (OB) alias tanah kerukan yang sebelumnya menimbun batubara. Truk-truk tambang yang lebih dikenal sebagai unit 785 itu berlalu-lalang secara teratur dan terukur.

scroll kebawah

Para operatornya mengemudi dengan konsentrasi tinggi. Mereka juga awas mengamati keadaan di sekitar unit, termasuk mendengarkan beragam kontak radio yang beberapa di antaranya harus mereka jawab.

Di salah satu titik site, 5 April 2018, mobil SUV atau light vehicle (LV) yang ditumpangi Avi berhenti. Ditemani beberapa superintendent, ia mengontak tiga operator unit 785. Mereka sepakat bertemu di titik ini.

Satu per satu unit datang dari beberapa penjuru. Para operator yang mengendalikan truk-truk superbesar itu jelas sudah terlatih. Ini bisa dilihat bagaimana mereka memarkirkan unitnya dengan rapi dengan jarak antar unit yang relatif sama.

Dari jarak aman, Avi menunggu ketiga operator 785 itu turun dari unitnya. Setelah semua berkumpul, mereka saling bersalaman dan memekikkan yel-yel BUMA. Kegiatan JOSHE pun dimulai.

JOSHE ini sebenarnya pengembangan dari Observasi Tugas Terencana (OTT). Yang terlibat JOSHE adalah manajemen site, mulai dari kepala bagian ke atas. Kalau seperti di jobsite Kideco, BUMA memiliki dua manajer, yakni manajer proyek dan manajer teknis, maka tinggal dibagi dua. Manajer proyek misalnya JOSHE di titik A, maka manajer teknis bisa JOSHE di lokasi lainnya. Atau, bila diperlukan, kedua manajer tersebut bisa menggelar JOSHE bersama-sama.

Saat JOSHE, manajemen melakukan observasi terhadap kinerja staf di site. Sebelum beberapa karyawan dipanggil, manajemen telah memeriksa terlebih dulu pekerjaannya. Yang ditilik misalnya, apakah karyawan telah melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur atau belum; apakah di dalam pekerjaannya ada prosedur yang tidak dilakukan karyawan; atau adakah aktivitas lain yang membahayakan.

“Misalnya yang kita panggil mekanik. Kita tanya apakah dia melakukan short cut apa tidak. Misalnya, dia harus bekerja di ketinggian. Karena malas mengangkat tangga, ia pun menggunakan LV untuk memanjatnya, hal ini berbahaya. Begitu juga di operation, kita cek ada short cut atau tidak. Misalnya operator yang sedang bekerja, dia menggunakan jalan yang seharusnya atau memilih jalan lain sehingga berpotensi accident. Kita diskusikan semua dengan karyawan,” ujar Avi.

Setelah berdiskusi, manajemen dan karyawan akan membuat kesepakatan untuk kembali pada prosedur yang semestinya. Mereka akan berkomitmen atas kesepakatan yang dibuat.

Namun, JOSHE tak hanya mengevaluasi. Sebab, momen JOSHE banyak digunakan untuk memberi apresiasi karyawan dan mendengar langsung keluh kesah mereka selama bekerja. Bila manajemen menemukan hal-hal positif, operator atau mekanik akan seketika mendapatkan ucapan terima kasih dan selamat.

Saat JOSHE, tak jarang pula karyawan menyampaikan hal-hal yang tak langsung berhubungan dengan operasional. Semisal, kondisi atau fasilitas mes yang mengalami kerusakan, menu makan yang dirasa kurang oke, hingga AC di unit yang tak terasa dingin.

JOSHE juga menjadi cara untuk menambal celah komunikasi dengan karyawan. Celah atau jarak komunikasi ini sesungguhnya bisa dimaklumi, sebab ada ribuan pekerja tambang dalam satu site, sedangkan manajemennya beberapa belas orang saja. Jadi, amat mungkin, orang-orang yang duduk di jajaran manajemen ini tidak dikenal oleh staf di lapangan.

Bicara soal JOSHE tentu tak terlepas dari problem safety yang terjadi di BUMA. Menurut GM Safety, Health & Environment BUMA Sumardi, salah satu KPI safety yang diukur adalah total incident frequency rate (TIFR), yaitu jumlah laju insiden setiap 1 juta jam kerja. Cara menghitungnya, jumlah insiden dibagi man hour dikali 1 juta.

“Jadi, kalau TIFR 3 berarti ada 3 insiden setiap 1 juta jam kerja. Semakin tinggi angka TIFR, semakin tinggi frekuensinya,” jelas Sumardi.

BUMA terus berupaya memperbaiki tingkat keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja. Sebab itu, diadakan evaluasi dan upaya perbaikan terus-menerus. Berdasarkan wawancara dengan para operator dapat disimpulkan, hubungan, komunikasi, dan penjelasan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan di lapangan perlu ditingkatkan. Untuk mengatasi hal itu, sejak awal 2018 diluncurkanlah kampanye SAHABAT SHE yang merupakan singkatan dari Stay Alert High Awareness for Behavior Transformation in SHE.

Menurut Sumardi, sesuai nama dari SAHABAT SHE itu sendiri, ialah sebuah program yang bersahabat, berkawan dekat. Terdapat sepuluh program dalam SAHABAT SHE, yaitu SHE Campaign; Accountability safety; High quality one on one coaching; Advance manager walk and talk; Better nearmiss recording; Allow speak up frontline; Tight fatigue management; Small group discussion; Health program; dan Enviro program. Melalui program SAHABAT SHE, karyawan BUMA diajak untuk siap berubah.

Dalam kaitannya dengan SAHABAT SHE, mengacu pada temuan tentang perlunya perbaikan hubungan dan komunikasi, ada beberapa hal yang disederhanakan dalam praktik yang sudah berlangsung di BUMA, di antaranya JOSHE. Seperti sebelumnya dituturkan Avi, JOSHE merupakan pengembangan dari OTT.

Observasi ini tadinya dilakukan oleh seorang manajer kepada seorang operator. Menurut Sumardi, dengan cara ini operator menjadi takut. "Pasti dia akan bicara yang baik-baik saja karena manajernya yang bertanya," ujar Sumardi.

Oleh karena itu, pada JOSHE model baru, caranya diubah. Tidak lagi one on one, tetapi dilakukan antara grup dengan grup. Satu grup terdiri atas manajer, superintendent, dan supervisor. Mereka bertemu dengan sekelompok operator berjumlah 8–10 orang. "Dengan cara ini, mereka tidak lagi takut untuk berbicara karena jumlahnya banyakan," jelas Sumardi.

Selain itu, percakapan tidak langsung mengenai pekerjaan. Dalam JOSHE, diawali dengan perkenalan, menyebutkan nama, menceritakan keluarga, lama kerja di BUMA, pengalaman, hingga berbagai hal lain. "Intinya, membangun kedekatan terlebih dahulu," ungkap Sumardi.

Dengan cara ini, semua orang di lapangan juga mulai lebih mengenal para atasannya. Melalui JOSHE, karyawan di site bisa langsung bertemu dengan manajemen yang selama ini mungkin belum pernah mereka lihat. Karyawan menjadi merasa lebih diperhatikan, disapa, dan didengarkan. Perasaan dimanusiakan ini yang kemudian tumbuh menjadi rajutan budaya kekeluargaan yang kental di BUMA. Dan, ini adalah intinya, sesuatu yang sangat penting.

Sebelumnya, tidak jarang ditemui ada operator yang bahkan tidak mengenal project manager di site tempat ia bekerja. Dapat dibayangkan, apa jadinya jika project manager atau atasan terkait sudah berbusa-busa bicara dalam safety talk, tetapi tidak mendapatkan respek karena tidak dikenali oleh pendengarnya. Dapat dimaklumi, jika pesan yang disampaikan tidak diterima dengan baik.

Di BUMA, perusahaan berupaya membangun hubungan dengan karyawan secara lebih personal, tetapi masih tetap dalam batasan-batasan yang wajar antara atasan dan bawahan. Hal itu sangat penting. Mengapa? Dalam membangun perusahaan, manajemen berharap tumbuh rasa militansi dalam diri karyawan bahwa mereka adalah manusia BUMA.

Dengan begitu akan tumbuh rasa bangga, rasa memiliki terhadap perusahaan, dan akan muncul semangat: hanya kita yang bisa menyelamatkan BUMA. Baik dari sisi produksinya, keselamatan, dan hal lainnya. Itulah sebabnya, saat JOSHE ada istilah “yang penting kita ngumpul dulu”. Sehingga tampak seolah tidak ada batasan antara pimpinan dan anggotanya. Ini jelas berbeda dari apel-apel yang lain di mana jajaran pimpinan berdiri terpisah dari barisan staf dan cenderung berhadapan.

Saat JOSHE, pihak manajemen dan karyawan akan berdiri melingkar sehingga terjadi “kesejajaran”. Pada kesempatan ini, karyawan akan merasa senang sebab keluhan-keluhan terhadap pekerjaan atau kondisi akomodasi mereka didengarkan manajemen langsung.

Namun, mengingat keterbatasan waktu, JOSHE juga tak bisa menyelesaikan keluhan atau persoalan saat itu juga. Bila belum ada solusinya, persoalan akan didiskusikan di lain waktu. Kebanyakan persoalan yang diadukan saat JOSHE terkait dengan safety. Masalah yang terkait dengan keselamatan memang kerap ditemukan oleh para operator mengingat merekalah yang setiap hari berada di site.

“Pak, jalan yang ini di segmen 5-6 agak miring atau banyak disposal, misalnya. Ini berbahaya bagi unit. Atau, tikungannya ke kanan tapi miringnya ke kiri, jadi susah ini mengendalikan unitnya, bahkan bisa menyebabkan unit terbalik,” cerita Avi memberikan contoh aduan dari operator saat JOSHE.

Bila ada aduan seperti itu, pengawas atau supervisor di daerah tersebut akan dipanggil untuk ikut berdiskusi. Setelah itu, dibuatlah komitmen bersama tentang kapan persoalan kemiringan jalan atau gundukan disposal akan dibereskan.

Lalu, ada juga aduan yang menyangkut lingkungan akomodasi atau mes. Misalnya, air mandi yang beberapa hari terlihat keruh dan tak panas. Ada juga kiriman baju bersih dari binatu yang terlambat. Termasuk, keluhan tentang kantin atau ruang makan yang tutup sebelum waktunya.

“Kadang-kadang jam setengah 8, petugas sudah mulai beres-beres kantin. Kadang-kadang setengah 8 kita sudah kekurangan nasi, padahal kebetulan beberapa hari ini di plant atau di produksi ada yang harus lembur atau jalannya agak sulit, jadi agak kelamaan. Jadi kemalaman sampai di mes,” Avi memberi contoh keluhan terkait akomodasi. Manajemen pun akan langsung menghubungi pihak vendor yang bertanggung jawab atas keluhan-keluhan itu.

Bagi karyawan, JOSHE adalah kesempatan yang bagus untuk menyampaikan berbagai usulan dan keluhan. Beberapa karyawan BUMA di jobsite Adaro, Kideco, dan SDJ contohnya, mengungkapkan bahwa ketika mereka dipanggil PM untuk mengikuti JOSHE, rasanya seperti disapa lebih dalam.

Memang saat JOSHE ada juga karyawan yang diingatkan atau dievaluasi kinerjanya, tapi evaluasi ini lebih untuk mencegah potensi bahaya yang bisa mengancam keselamatan bekerja. Misalnya, karyawan diingatkan bahwa keluarga sedang menanti di rumah sehingga sikap kerja harus benar-benar disiplin saat berada di area tambang.

Selain itu, juga ada kalanya PM yang menggelar JOSHE membagikan suvenir bagi karyawan yang dilibatkan. Cenderamata ini memang sederhana bentuknya, seperti topi atau pulpen, tapi bagi karyawan pemberian ini seolah mewakili bentuk perhatian perusahaan terhadap mereka yang bekerja di lapangan.


ke atas